Miliki Undangan dari KPU, Sejumlah Wartawan Dihalangi Masuk
Sejumlah wartawan di Kabupaten Meranti kecewa terhadap KPU
Laporan Edi Saputra Hasibuan
Kepulauan Meranti
SEJUMLAH wartawan yang bertugas di Kabupaten Kepulauan Meranti merasa kecewa terhadap pihak penyelenggara Pilkada dalam hal ini KPU Kepulauan Meranti, Kamis,(24/09/2020). Pasalnya, para wartawan yang diundang dalam kegiatan deklarasi damai pasangan calon dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kepulauan Meranti di Grand Meranti Hotel sempat adu mulut saat dihalangi dan tidak dibolehkan masuk. Aldo, salah seorang wartawan yang sempat dihalangi masuk saat hendak melakukan peliputan mengaku kecewa dengan pihak KPU Kepulauan Meranti. ''Kalau tak dibolehkan masuk, harusnya KPU tak usah mengundang kita. Ini sudah diundang dan diminta bawa undangan tapi eh malah tak dibolehkan masuk,'' kesal Aldo dengan nada sedikit emosi.
Menanggapi hal itu, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kepulauan Meranti, Syamsidir menyayangkan sikap dan kinerja pihak KPU tersebut. Dia menilai bahwa pihak penyelenggara sangat tidak profesional.''Kita sangat menyayangkan pihak KPU karena mereka bekerja sangat tidak profesional. Kita terpaksa menarik anggota dari pada ribut di sana. Yang jelas ini kerja tidak profesional karena mereka yang mengundang malah tak diizinkan masuk,'' tutur Syamsidir. Menurut Atan sapaan akrabnya, terlepas dari persoalan undangan ini, pihak KPU juga telah mempermalukan para wartawan di depan khalayak ramai. ''Ini sama saja mempermalukan kita di depan khalayak ramai. Kalau memang kegiatannya dibatasi dan tak dibolehkan masuk, harusnya tak dibuat undangan kepada wartawan,'' tegas Atan.
Sekretaris PWI Meranti, Safrizal menambahkan bahwa wartawan pada umumnya bertugas mencari dan mengumpulkan informasi untuk disiarkan dan dipublikasikan ke media tempat wartawan bertugas. Hal itu dijamin dalam UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 dimana pada pasal 4 ayat 3 dinyatakan bahwa untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. ''Kalaupun ada skenario peliputan terbatas ke dalam ruangan pencabutan nomor urut Paslon, harusnya diinformasikan secara intens. Sehingga, kawan-kawan wartawan bisa mengetahui dan memahaminya. Tapi persoalannya pihak KPU tidak pernah mensosialisasikannya. Bahkan, saya sudah menanyakan langsung sehari sebelumnya tentang teknis peliputan kepada KPU, tapi tak dijawab secara pasti. Padahal agenda ini bukan kali ini saja dilaksanakan di daerah. Dalam Pilkada sebelumnya, teknis peliputan dibicarakan dengan mengundang wartawan secaramenyeluruh agar proses peliputan dan kegiatan bisa berjalan lancar dan aman,'' terang Safrizal.
Lanjut Safrizal, apalagi, Pilkada dilaksanakan dimasa Pandemi Covid-19. Harusnya, situasi tersebut bisa menjadi alasan kuat agar koordinasi yang intens dapat dilakukan penyelenggara dengan wartawan demi terciptanya Pilkada yang tetap memperhatikan protokol Covid-19. Lebih jauh, wartawan yang akrab disapa Ijat ini berharap agar persoalan serupa tidak terjadi lagi di masa mendatang. Karena tahapan Pilkada masih terus berjalan. ''Jika wartawan dicegah untuk mengumpulkan informasi terkait proses pelaksanaan Pilkada, bagaimana terjaminnya informasi yang benar. Karena salah satu informasi yang dapat dipertanggungjawabkan adalah melalui media massa. Dimana hal itu dapat mencegah terjadinya penyebaran hoaks,'' tuturnya. ***
Tulis Komentar